Penjelasan Makna Sila Ketiga "Persatuan Indonesia" dalam Pancasila

Table of Contents

Makna Sila Ketiga "Persatuan Indonesia"


INFO DAPODIK & PENDIDIKAN - Penjelasan Makna Sila Ketiga "Persatuan Indonesia" dalam Pancasila.

Penjelasan atau uraian selanjutnya adalah Penjelasan Makna Sila Ketiga "Persatuan Indonesia" dalam Pancasila yang merupakan sila ketiga dari lima sila Pancasila.

Setelah berhasil memanfaatkan situasi geopolitik dunia pasca Perang Dunia II, bangsa Indonesia berhasil memproklamirkan dirinya pada 17 Agustus 1945 sebagai sebuah bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat. 

Ini artinya, bangsa Indonesia secara tegas menyatakan dirinya bahwa mereka setara dengan bangsa dan negara lain di dunia. 

Dan secara de facto Indonesia benar-benar terlahir sebagai sebuah bangsa dan negara baru sehari setelahnya, 18 Agustus 1945. 

Setelah berhasil menetapkan Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden. 

Pada 2 (dua) tanggal penting itulah Indonesia berhasil secara politik untuk memindahkan kekuasaan dari penjajah ke bangsa Indonesia dan mampu mempersatukan wilayahnya yang luas serta terpencar di bawah agenda persatuan Indonesia.

Namun, agenda persatuan Indonesia bukan hanya agenda untuk menyatukan wilayah agar tetap dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia saja. 

Akan tetapi ia juga merupakan agenda untuk menyatukan secara batin setiap elemen bangsa yang secara realitas berbeda satu sama lain. 

Kenyataan ini haruslah dipahami betul dan hati-hati. Bahwa agenda persatuan Indonesia tidak hanya terletak pada aspek politik saja, tetapi juga terkait erat dengan agenda penyatuan sosio-kultur bangsa Indonesia yang kompleks dan beragam. 

Oleh karena itu, ketika agenda pemindahan kekuasaan telah terlaksana dan penjagaan wilayah NKRI terus dilaksanakan sampai hari ini, maka kerja selanjutnya adalah upaya untuk mewujudkan persatuan batin tersebut. 

Penyatuan batin ini menjadi niscaya adanya, sebab tanpa itu perpecahan akan senantiasa menghantui bangsa kita. 

Kohesi batin itu harus dibangun dan diupayakan secara jujur dan sungguh-sungguh oleh setiap anak bangsa. 

Mereka harus memiliki hati yang lapang dan prasangka baik untuk mau memahami, mengerti, mencintai, dan memiliki satu dengan yang lain. 

Tanpa adanya kohesi batin yang jujur dan sungguh-sungguh ini, maka persatuan wilayah secara politik hanyalah kepura-puraan/ kepalsuan yang suatu saat akan timbul ke permukaan, dan dia menjadi pemicu bagi terjadinya konflik yang bermuara pada perpecahan. 

Sesuatu yang tidak kita inginkan, tetapi pihak luar selalu menginginkannya.

Sejarah telah mengingatkan banyak hal kepada kita. Akibat kelalaian dan keengganan membangun kohesi batin secara jujur dan tulus sesama anak bangsa, kohesi sosial kita lemah. 

Kita pernah mengalami konflik-konflik horizontal antar sesama anak bangsa yang bahkan harus mengorbankan darah dan nyawa dengan sia-sia. 

Tidak hanya itu, upaya-upaya disintegrasi oleh sebagian kelompok, sayup-sayup terus terdengar sampai hari ini. 

Pemberontakan Partai Komunis Indonesia atau PKI dan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia atau DI/TII adalah beberapa contohnya. 

Keengganan dan ketidakjujuran membangun kohesi batin sesama anak bangsa hanya akan memperuncing keragaman dan perbedaan bangsa kita. 

Jika kita tidak juga mau belajar dari sejarah, lambat laun kita akan tiba pada persoalan seperti konflik masa lalu yang sia-sia dan mahal harganya.

Dengan demikian, maka jelaslah bahwa persatuan Indonesia itu bermakna persatuan lahir dan batin. Persatuan politik dan sosial, kebudayaan, serta kemanusiaan. 

Kita telah berupaya sekuat tenaga menjaga persatuan wilayah melalui kekuatan politik yang kita miliki, sehingga sampai hari ini wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote masih tetap utuh kokoh berdiri. 

Namun, sekali lagi itu tidak cukup, kita perlu persatuan batin sesama anak bangsa. 

Di mana setiap orang dengan latar belakang suku, agama, budaya, dan karakter yang berbeda harus merasa satu dengan yang lain adalah satu. 

Sehingga, ketika yang lain sakit, maka sakit seluruhnya. Sebaliknya, jika yang lain bahagia, maka bahagia seluruhnya. 

Hanya dengan itu, kita bisa memahami, mencintai, memiliki, dan perhatian satu sama lain tanpa mudah mencurigai hanya karena berbeda. 

Hanya dengan persatuan model inilah kita akan maju, kita akan besar, dan kita akan menjadi bangsa yang luhur lagi beradab. Agenda pergerakan Nasional seperti inilah yang dicita-citakan para leluhur kita. 

Mereka tidak hanya ingin mendirikan sebuah negara merdeka dengan mempersatukan bekas wilayah jajahan penjajah, tetapi juga menginginkan adanya kohesi batin antar sesama anak bangsa untuk bisa hidup saling berdampingan dan gotong royong secara ikhlas dan jujur untuk mewujudkan cita-cita bangsa bersama. 

Yakni memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 

Semua itu bisa tercapai jika kita merasa secara lahir batin adalah Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika. 

Dengan demikian, Persatuan Indonesia adalah persatuan yang didasari pada prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Terkait persatuan Indonesia ini. Mohammad Hatta memberikan penjelasannya yang indah dan luar biasa menggugah. 

Ia berkata:

“Dengan hidupnya sifat-sifat tersebut dalam jiwa manusia Indonesia, Persatuan Indonesia mengandung di dalamnya bahwa bangsa Indonesia adalah satu, tidak dapat dipecah-pecah. Persatuan Indonesia itu diperkuat pula oleh lambang negara kita, Bhinneka Tunggal Ika, bersatu dalam berbagai ragam. Besarnya daerah kita menimbulkan dalam sejarah bahwa tiap-tiap daerah atau suku bangsa mempunyai corak masing-masing, tetapi keseluruhannya merupakan satu kesatuan, yang dilingkungi sekeliling oleh dua segara, Segara Indonesia dan Segara Pasifik dan diapit pula oleh dua benua Asia dan Australia. Dalam kedudukannya semacam itu hanya bersatu kepulauan Indonesia bisa teguh, terpecah bisa jatuh. Sebab itu persatuan Indonesia menjadi syarat hidup bagi Indonesia" (Mohammad Hatta, : 44).

Sementara itu, Ki Hajar Dewantara memberikan penjelasan yang tak kalah pentingnya, bahwa persatuan Indonesia adalah fitrah batin manusia yang senantiasa tumbuh dan kuat di jiwa mereka atas tanah kelahirannya. 

Rasa kebangsaan itulah yang membuat seseorang melenyapkan ego personal dan kelompoknya, lalu menggantinya dengan ruh kebangsaan yang lebih besar yakni persatuan batin setiap anak bangsa, bahwa saya adalah dia, dia adalah saya, bangsa Indonesia. 

Ki Hajar Dewantara berkata:

“Dalam soal alam-alam kejiwaan manusia ini (mulai alam diri sampai alam kemanusiaan) ada satu alam, satu lingkaran yang biasanya sangat mempengaruhi pikiran serta perasaan manusia (lebih dari pada lain-lainnya) yaitu alam kebangsaan… faktor lain yang juga menyebabkan rasa kebangsaan itu berpengaruh besar kepada jiwa manusia ialah karena rasa kebangsaan itu merupakan lipat gandanya rasa diri dari orang-orang yang bersamaan nasib, jadi menurut ajaran massa psikologi bersifat sangat kuat dan sangat keras, hingga dapat melenyapkan rasa diri perorangan...” (Ki Hajar Dewantara, : 25-26).

Itulah uraian di atas tentang Penjelasan Makna Sila Ketiga "Persatuan Indonesia" dalam Pancasila yang dapat Admin sampaikan, semoga dapat bermanfaat.

Terima Kasih.

Salam Satu Data Pendidikan Indonesia. 

Post a Comment