Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi

Table of Contents

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014


INFO DAPODIK & PENDIDIKAN - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi adalah tema dari regulasi kali ini.

Informasi mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi akan Admin bagikan kepada Anda pada kesempatan kali ini.

Untuk file dari regulasi mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi dapat Anda unduh di akhir tulisan ini ya...

Berikut informasi mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi, silahkan Anda simak.

Latar Belakang dan Penjelasan Umum dari PP Nomor 61 Tahun 2014

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Salah satu bagian terpenting dari kesehatan adalah kesehatan reproduksi.

Pengertian kesehatan reproduksi hakekatnya telah tertuang dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (telah dicabut dengan UU Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan) yang menyatakan bahwa kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. 

Setiap orang berhak untuk mendapatkan keturunan, termasuk juga hak untuk tidak mendapatkan keturunan, hak untuk hamil, hak untuk tidak hamil, dan hak untuk menentukan jumlah anak yang diinginkan.

Pemahaman kesehatan reproduksi tersebut termasuk pula adanya hak-hak setiap orang untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif dan terjangkau.

Untuk menjamin pemenuhan hak kesehatan reproduksi melalui pelayanan kesehatan yang aman, efektif, dan terjangkau tersebut diwujudkan berbagai upaya kesehatan, diantaranya reproduksi dengan bantuan, aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi, upaya kesehatan ibu, dan kehamilan diluar cara alamiah yang diatur dalam Pasal 74 ayat (3), Pasal 75 ayat (4), Pasal 126 ayat (4), dan Pasal 127 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Ruang lingkup pelayanan kesehatan Reproduksi menurut International Conference Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo terdiri dari kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan dan penanganan infeksi menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanganan komplikasi aborsi, pencegahan dan penanganan infertilitas, kesehatan reproduksi usia lanjut, deteksi dini kanker saluran reproduksi serta kesehatan reproduksi lainnya seperti kekerasan seksual, sunat perempuan dan sebagainya.

Dari lingkup pelayanan kesehatan reproduksi tersebut, masalah kesehatan ibu, infertilitas dan aborsi menjadi isu yang penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan reproduksi terutama pada kesehatan reproduksi perempuan.

Permasalahan kesehatan ibu menjadi penting karena angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi dan memerlukan perhatian serta upaya khusus untuk menurunkannya. 

Sedangkan infertilitas dan aborsi menjadi isu penting karena sangat terkait dengan aspek etikolegal.

Kesehatan ibu yang disebut juga sebagai kesehatan maternal, merupakan bagian dari kesehatan reproduksi perempuan yang mencakup kesehatan reproduksi sejak remaja, saat sebelum hamil, hamil, persalinan, dan sesudah melahirkan.

Pasal 126 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa upaya kesehatan ibu ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu. 

Dalam kurun waktu 2 (dua) dekade terakhir, penurunan angka kematian ibu belum menunjukkan hasil yang diharapkan. 

Hal ini perlu mendapat perhatian khusus.

Negara pada prinsipnya melarang tindakan aborsi, larangan tersebut ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 

Tetapi kenyataannya, tindakan aborsi pada beberapa kondisi medis merupakan satu-satunya jalan yang harus dilakukan tenaga medis untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu yang mengalami permasalahan kesehatan atau komplikasi yang serius pada saat kehamilan.

Pada kondisi berbeda akibat pemaksaan kehendak pelaku, seorang korban perkosaan akan menderita secara fisik, mental, dan sosial. 

Dan kehamilan akibat perkosaan akan memperparah kondisi mental korban yang sebelumnya telah mengalami trauma berat akibat peristiwa perkosaan tersebut.

Trauma mental yang berat juga akan berdampak buruk bagi perkembangan janin yang dikandung korban. 

Oleh karena itu, sebagian besar korban perkosaan mengalami reaksi penolakan terhadap kehamilannya dan menginginkan untuk melakukan aborsi.

Mengenai tindakan aborsi ini, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada prinsipnya sejalan dengan ketentuan peraturan pidana yang ada, yaitu melarang setiap orang untuk melakukan aborsi. 

Namun, dalam tataran bahwa negara harus melindungi warganya dalam hal ini perempuan yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan akibat perkosaan, serta melindungi tenaga medis yang melakukannya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan membuka pengecualian untuk aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.

Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas pemberian informasi dan pelaksanaan edukasi mengenai kesehatan reproduksi bagi masyarakat khususnya generasi muda. 

Diantaranya informasi dan edukasi mengenai keluarga berencana dan metode kontrasepsi sangat perlu ditingkatkan. 

Dengan informasi dan edukasi tersebut, diharapkan dapat menurunkan kejadian premarital seks, seks bebas serta angka kehamilan yang tidak diinginkan yang dapat menjurus ke aborsi dan infeksi menular seksual termasuk penularan HIV dan AIDS. 

Dalam dunia kedokteran, penanganan masalah infertilitas dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan. 

Pilihan terakhir untuk membantu pasangan suami istri dengan masalah infertilitas dan sangat menginginkan keturunan adalah melalui teknologi yang dikenal sebagai assisted reproduction.

Assisted reproduction merupakan istilah umum untuk berbagai metode yang bertujuan untuk menghasilkan kehamilan pada seorang perempuan melalui cara-cara di luar cara alami. 

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, terdapat 2 (dua) pasal yang mengatur mengenai hal tersebut yaitu Pasal 74 dan Pasal 127.

Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara alamiah berkembang sebagai pemecahan terhadap permasalahan infertilitas. 

Pada awalnya teknologi tersebut muncul untuk membantu pasangan suami istri yang benar-benar membutuhkan bantuan untuk mendapatkan keturunan. 

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan ilmu-ilmu pendukungnya, teknologi ini berkembang begitu pesat. 

Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah tidak sekedar prosedur mempertemukan spermatozoa dengan ovum agar terjadi pembuahan serta prosedur pemindahan zygot atau embrio tetapi telah berkembang beberapa prosedur yang perlu dikaji secara etik, moral, dan hukum seperti frozen embryo, fetal reductiondonor sperma, surrogate mother, dan sex selection

Bahkan saat ini telah dikenal teknik human cloning yang merupakan teknologi reproduksi manusia.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang reproduksi manusia yang begitu pesat, tidak dapat diimbangi kecepatannya oleh hukum untuk mengatur pelaksanaannya. 

Hukum harus dengan tegas memberikan batasan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dalam pelaksanaan pelayanan reproduksi dengan bantuan agar apa yang pada awalnya ditujukan untuk kebaikan tidak menimbulkan efek, atau hal-hal lain yang menyertai, yang sebenarnya tidak diperbolehkan, seperti fetal reduction.

Dalam rangka memberikan kepastian hukum, perlindungan hukum, serta menata konsep-konsep yang berhubungan dengan hukum yang mengatur penyelenggaraan reproduksi dengan bantuan, aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan perkosaan pada tindakan aborsi, pelayanan kesehatan ibu serta penyelenggaraan kehamilan di luar cara alamiah agar berjalan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat Indonesia yang berketuhanan Yang Maha Esa baik dari segi agama, moral, etika, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu mengatur penyelenggaraan Kesehatan Reproduksi dengan Peraturan Pemerintah.

Isi Pokok PP Nomor 61 Tahun 2014

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi ini mengatur:

  • Tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah;
  • Pelayanan kesehatan ibu;
  • Indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi;
  • Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah;
  • Pendanaan; dan
  • Pembinaan dan pengawasan.

Penutup

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu 21 Juli 2014.

Demikianlah informasi regulasi di atas mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi yang dapat Admin bagikan pada kesempatan kali ini kepada Anda, semoga dapat bermanfaat.

Bila Anda ingin mengunduh file dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi, silahkan Anda klik tab unduhan di bawah ini:



Terima kasih.

Salam Satu Data Pendidikan Indonesia.

Post a Comment