Pemda Menjadi Kunci Kesuksesan Pelaksanaan PTM Terbatas

Table of Contents

 Pemda-Menjadi-Kunci-Kesuksesan-Pelaksanaan-PTM-Terbatas

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, mengapresiasi para kepala daerah yang terus bergerak menyelamatkan pendidikan di wilayah masing-masing. 

“Bapak dan ibu bisa dikategorikan bupati dan walikota penggerak,” puji Menteri Nadiem pada webinar daring bertema “Dunia Pendidikan Saat Covid-19” dalam rangka ulang tahun IDN Times ke-7, Rabu (16/6) yang dihadiri Bupati Purwakarta, Bupati Dharmasrya, dan Walikota Singkawang.

Diakui Mendikbudristek, ketika Kemendikbudristek mensurvei mengapa sekolah-sekolah belum menggelar PTM Terbatas, sebanyak 60-70 persen menjawab karena tidak diperbolehkan pemerintah daerah dan Satgas Covid-19, padahal seluruh kriteria sudah terpenuhi. 

Pada kesempatan ini, ia kembali menegaskan bahwa semua sekolah di Indonesia yang ingin menyelenggarakan PTM terbatas, diperbolehkan asalkan mengikuti protokol kesehatan dan memenuhi daftar periksa. 

Pengecualiannya adalah jika pemerintah daerah setempat memberlakukan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) maka pelaksanaan PTM terbatasnya ditunda.

Sekolah Tatap Muka Stop jika ada PPKM [Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat] Mikro.

“Semua kepala daerah harus mengikuti contoh-contoh terbaik bupati dan walikota ini. Laksanakan PTM Terbatas seaman mungkin, barulah kalau PPKM, PTM Terbatas dihentikan. 

Perlu dilatih dari sekarang agar Angka Partisipasi Kasar (APK) Bapak/Ibu semuanya tidak terpukul, dapat memitigasi stres pada anak, kekerasan domestik, pernikahan dini. Semuanya akan meledak kalau tidak ada tindakan secepat mungkin,” Mendikbduristek mengingatkan.

Bupati Singkawang, Tjhai Chui Mie, yang turut hadir sebagai panelis mengapresiasi langkah Mendikbudristek. 

“Di Singkawang, kita sudah mencapai 85 persen guru dan tenaga kependidikan yang sudah divaksinasi. Mudah-mudahan, dua minggu lagi kita vaksinasi lagi,” harap Bupati Tjhai. 

Bupati Tjhai menilai, tantangan pendidikan masa pandemi adalah membuat anak-anak tidak bosan. 

“Benar, Pak Menteri. Tidak setiap daerah punya fasilitas dan gawai yang sama. Kami coba bangun beberapa tempat di Singkawang agar wi-fi bisa diakses. 

Tapi tetap saja, (motivasi) anak-anak memang menurun dengan PJJ daring. Perlu langkah konkret agar anak-anak tidak bosan dan membuat putus sekolah. 

Materi harus menarik dan ada aplikasi-aplikasi yang memotivasi mereka belajar,” tutur dia.

Senada dengan itu, Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika, mengakui tidak semua wilayah di Purwakarta terjangkau jaringan internet untuk menunjang PJJ daring. 

“Kita terus menyesuaikan dan bergerak, memastikan agar anak-anak dan orang tua bisa menerima dan paham,” kata Bupati Anne. 

Ia menambahkan, ada penurunan semangat dan kejenuhan anak yang menganggap pengawasan orang tua lebih rendah daripada guru-guru. 

“Akhirnya, kita berinovasi untuk menjaga semangat belajar anak dengan meluncurkan Klinik BDR,” kata Anne. 

Klinik BDR ini, dijelaskan Anne, dibuat lewat keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta. Ada tiga tim, mulai dari tim supervisi yang bertugas membantu pihak-pihak yang kesulitan, tim teknologi informasi (TI) yang membantu anak-anak BDR dengan sistem daring, kemudian ada tim dari sekolah yang juga berisi guru BK, yang akan menerima laporan dan pengaduan. 

“Misalnya, anak-anak tidak mau belajar, sulit belajar online. Tim ini yang akan menerima laporan dan kita jemput bola ke rumah peserta didik dan kita berkomunikasi dengan orang tua,” ujar Anne.

Anne menuturkan, Purwakarta, memakai kurikulum darurat yang disederhanakan sesuai anjuran Kemendikbudristek agar peserta didik bisa tetap belajar walau masih dalam pandemi.  

Namun jika masalah yang ditemukan di lapangan adalah ketidakpunyaan media belajar, maka jalan keluarnya adalah belajar luring. 

Sampai saat ini tidak ada masalah, PTM terbatas diuji coba di tiga kecamatan. Dua kecamatan di antaranya adalah zona hijau dan tidak ada penyebaran. 

Untuk 15 lainnya, kita coba simulasi, di mana per satu wilayah, (dipilih) satu perwakilan sekolah untuk simulasi. 

Berjalan dengan baik, tapi kita hentikan PTM karena laju Covid-19 tinggi,” kata Anne. 

Anne mengungkapkan, di Purwakarta, jumlah PTK yang sudah vaksinasi sebanyak 91 persen. “Kita tinggal menyelesaikan 9 persen lagi, In sya Allah besok vaksinasi massal. Kita targetkan seluruh guru swasta dan negeri kita selesaikan vaksinasi,” harap Anne.

Bupati Dharmasraya, Sutan Riska Tuanku Kerajaan, mengakui bahwa kolaborasi antara pusat dan daerah amat penting. 

“Kalau kita serahkan seluruhnya ke Mas Menteri, pusing nanti. Jadi, kita saling menguatkan di daerah agar anak-anak bangsa tetap bisa belajar. 

Alhamdulillah, sudah 100 persen guru dan tenaga kependidikan kita divaksinasi. Kami tetapkan, kalau belum divaksinasi, tidak boleh mengajar di sekolah,” ujar Bupati Riska.

Disampaikan Bupati Riska, ada daerah-daerah yang berharap agar Dana Alokasi Khusus (DAK) 2022 dapat dipergunakan tidak hanya untuk pembangunan fisik tapi juga untuk penguatan digitalisasi sekolah. 

“Kami dukung digitalisasi sekolah Mas Menteri, karena semua telah berubah, sekarang informasi begitu cepat. Walau guru-guru kita masih ada yang gagap teknologi. 

Kita berharap ada penguatan jaringan dengan bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan juga data Kominfo menyebutkan ada sekitar 12.400 yang belum terjangkau internet. 

Apa yang bisa kami lakukan dari daerah, apa yang bisa dilakukan pusat, inilah yang harus dikolaborasikan,” tutur Bupati Riska.

Peran Krusial Pemda Pastikan Pendidikan Tetap Berjalan

Ketika dimintai komentarnya, panelis Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI), Hetifah Sjaifudian, menyatakan, “Awalnya banyak yang agak meragukan Mas Menteri. 

Tapi ketika dikemukakan terobosan-terobosan yang dibuat dan menjawab dengan meyakinkan, kita semua mendukung upaya transformasi. 

Dilalah Covid-19. Jadi, dampak Covid-19 ini memengaruhi dan banyak menghambat inovasi-inovasi,” ungkap Hetifah.

Hetifah juga memuji seluruh kepala daerah yang hadir. “Semua (bupati dan walikota) sangat responsif dan bagus di lapangan. Tetapi, kondisi Indonesia amat beragam. Pertama, akses internet dan gawai tidak semua punya. Kemudian, banyak keluhan metode belajar jadi bosan, tantangan guru dan kurikulum. Jadi, kebijakan harus selalu disesuaikan,” kata Hetifah.

Hetifah menjelaskan, bahwa salah satu fungsi Komisi X DPR RI adalah menerima aspirasi masyarakat. 

Banyak persoalan, kata dia, yang harus bisa cepat ditanggapi. “Untung, Mas Menteri juga mau melobi kesana kemari. Kunci keberhasilannya itu sinergi antarkementerian. 

Ini belum pernah terjadi sebelumnya. SKB-nya pun empat menteri. Tidak mudah, kan, bersinergi empat kementerian, belum lagi bersama pemerintah daerah,” ujar Hetifah.

Untuk itu, lanjutnya, kalau provinsi tidak mau buka sekolah, padahal teman-teman di kabupaten/ kota siap, itu juga kadang masalah. Karena bupati juga tidak bisa mengandalkan disdiknya saja. 

“Sudah 100 persen vaksinasi, berarti dinas kesehatannya juga bagus. Tata kelola pemerintahan berubah besar. Harus sinergi dan koordinasi yang memang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan,” aku Hetifah.

Terakhir, Hetifah mengaku bahwa dirinya dan anggota DPR lainnya juga belajar jadi mitra yang baik bagi pemerintah. “Kalau kita protes terus, tidak jalan, dong. Kalau menerima terus, program-program yang ada belum tentu bisa responsif menanggapi dampak negatif pandemi. Kita semua harus lebih berpikiran terbuka,” tegas Hetifah.

Dilanjutkan Hetifah, Pemda menjadi kunci kesuksesan pelaksanaan PTM Terbatas. Karena pemda harus memastikan sekolah memehuhi daftar periksa dan mengawasi. “DPR ingin mendorong orangtua murid, maka kita sebagai kakak-kakak dari adik-adik di sekolah, harus aktif memantau perkembangan dan kasih masukan ke Mas Nadiem,” tegas Hetifah.

Faktor-Faktor yang Perlu Dipertimbangkan Pemda dalam Memberikan Izin PTM Terbatas

Dari bulan Januari tahun 2021 sampai dengan terbitnya panduan ini, pemerintah melakukan beberapa kali penyesuaian peraturan mengikuti dinamika pandemi. 

Pada penyesuaian terbaru, Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 03/KB/2021, Nomor 384 tahun 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/4242/2021 dan Nomor 440-717 tahun 2021 Tentang Panduan penyelenggaraan Pembelajaran Di Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). 

Peraturan tersebut menggariskan apabila pemerintah daerah (Pemda) sudah memberikan izin dan satuan pendidikan memenuhi semua syarat berjenjangnya, pembelajaran tatap muka terbatas dilaksanakan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat. 

Kebijakan ini dibuat demi mengoptimalkan kegiatan pendidikan yang terhambat akibat program Belajar dari Rumah (BDR) secara berkepanjangan.

Dampak yang dialami peserta didik selama BDR di antaranya: risiko putus sekolah karena situasi ekonomi keluarga yang terdampak krisis Covid-19, penurunan capaian belajar karena kesenjangan akses pendidikan hingga learning loss, dan risiko kekerasan di rumah yang tidak terdeteksi oleh guru.

Namun pelaksanaan PTM tidaklah wajib, dan hanya bisa dilaksanakan jika telah mendapatkan izin dari pemangku kebijakan di daerah masing-masing. 

Satuan pendidikan, termasuk PAUD yang hendak melaksanakan PTM Terbatas wajib mendapatkan izin dari Pemerintah Daerah (Pemda) atau Kantor Kementerian Agama (Kemenag) setempat. 

Jika tidak mendapatkan izin, maka peserta didik melanjutkan program BDR secara penuh.

Namun jika berhasil mendapatkan izin dari Pemda atau Kemenag, maka selanjutnya setiap satuan pendidikan wajib memenuhi daftar periksa dan mendapatkan persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua. 

Baru kemudian diizinkan untuk mulai melaksanakan PTM secara terbatas dan bertahap. Hal ini berlaku mulai semester genap Tahun Ajaran 2020/2021 terhitung setelah diterbitkannya SKB 4 Menteri Tentang PTM Terbatas.

Dalam memberikan izin pelaksanaan PTM, Pemda setempat perlu memperhatikan beberapa hal yang menunjang keselamatan dari paparan Covid-19 hingga kondisi sosial dan geografis daerah masing-masing. 

Secara lebih lengkap, berikut faktor-faktor yang menjadi pertimbangan Pemda dalam memberikan izin PTM Terbatas:

  1. Tingkat risiko penyebaran Covid-19 di wilayanya.
  2. Kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan.
  3. Kesiapan satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran tatap muka sesuai dengan daftar periksa.
  4. Akses terhadap sumber belajar atau kemudahan Belajar dari Rumah (BDR).
  5. Kondisi psikososial peserta didik.
  6. Kebutuhan layanan pendidikan bagi anak yang orang tua/walinya bekerja di luar rumah.
  7. Ketersediaan akses transportasi yang aman dari dan ke satuan pendidikan.
  8. Tempat tinggal warga satuan pendidikan
  9. Mobilitas warga antar-kabupaten/kota, kecamatan, dan kelurahan/desa.
  10. Kondisi geografis daerah.

Setiap faktor yang tertuang di atas merupakan hal penting yang tak boleh luput dari tinjauan Pemda ketika hendak memberikan izin PTM Terbatas. 

Harapannya, peserta didik dapat menjalankan proses pembelajaran dengan optimal dan tetap terhindar dari potensi paparan virus Covid-19.

Terima Kasih.

Salam Literasi!

Post a Comment