#6 Bentuk Kekerasan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

Table of Contents

#6 Bentuk Kekerasan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023


INFO DAPODIK & PENDIDIKAN - #6 Bentuk Kekerasan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Artikel ini memuat tentang penjelasan dari #6 Bentuk Kekerasan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 mendefinisikan kekerasan secara jelas dan terperinci dan menghilangkan area “abu-abu” untuk membedakan bentuk maupun cara kekerasan yang tidak boleh terjadi di lingkungan satuan pendidikan.

Definisi kekerasan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan dapat terjadi secara fisik, verbal, non verbal, dan/atau melalui media teknologi informasi dan komunikasi (termasuk daring). 

Adapun bentuk-bentuk kekerasan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan terdiri atas sebagai berikut:

  • Kekerasan fisik
  • Kekerasan psikis
  • Perundungan
  • Kekerasan seksual
  • Diskriminasi dan intoleransi
  • Kebijakan yang mengandung kekerasan

Berikut penjelasan dari #6 Bentuk Kekerasan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan:

1. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik dilakukan oleh pelaku kepada Korban dengan kontak fisik oleh pelaku kepada Korban dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. 

Kekerasan fisik yang dimaksud dapat berupa:

  • Tawuran atau perkelahian massal;
  • Penganiayaan;
  • Perkelahian;
  • Eksploitasi ekonomi melalui kerja paksa untuk memberikan keuntungan ekonomi bagi pelaku;
  • Pembunuhan; dan/atau
  • Perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan fisik dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.

2. Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis adalah setiap perbuatan non-fisik yang dilakukan bertujuan untuk merendahkan, menghina, menakuti, atau membuat perasaan tidak nyaman. 

Kekerasan psikis yang dimaksud dapat berupa:

  • Pengucilan;
  • Penolakan;
  • Pengabaian;
  • Penghinaan;
  • Penyebaran rumor;
  • Panggilan yang mengejek;
  • Intimidasi;
  • Teror;
  • Perbuatan mempermalukan di depan umum;
  • Pemerasan; dan/atau
  • Perbuatan lain yang sejenis.

3. Perundungan

Perundungan merupakan kekerasan fisik dan/atau kekerasan psikis sebagaimana dijelaskan sebelumnya, yang dilakukan secara berulang karena ketimpangan relasi kuasa. 

Perundungan yang dimaksud dapat berupa:

  • Penganiayaan;
  • Pengucilan;
  • Penolakan;
  • Pengabaian;
  • Penghinaan;
  • Penyebaran rumor;
  • Panggilan yang mengejek;
  • Intimidasi;
  • Teror;
  • Perbuatan mempermalukan di depan umum;
  • Pemerasan; dan/atau
  • Perbuatan lain yang sejenis.

4. Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dan/atau pekerjaan dengan aman dan optimal. 

Kekerasan seksual yang dimaksud dapat berupa:

  1. Penyampaian ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban;
  2. Perbuatan memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja;
  3. Penyampaian ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban;
  4. Perbuatan menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau membuat korban merasa tidak nyaman;
  5. Pengiriman pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban;
  6. Perbuatan mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual;
  7. Perbuatan mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual;
  8. Penyebaran informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual;
  9. Perbuatan mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
  10. Perbuatan membujuk, menjanjikan, atau menawarkan sesuatu korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
  11. Pemberian hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
  12. Perbuatan menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban;
  13. Perbuatan membuka pakaian korban;
  14. pemaksaan terhadap korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
  15. Praktik budaya komunitas Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual;
  16. Percobaan perkosaan walaupun penetrasi tidak terjadi;
  17. Perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
  18. Pemaksaan atau perbuatan memperdayai korban untuk melakukan aborsi;
  19. Pemaksaan atau perbuatan memperdayai korban untuk hamil;
  20. Pembiaran terjadinya Kekerasan seksual dengan sengaja;
  21. Pemaksaan sterilisasi;
  22. Penyiksaan seksual;
  23. Eksploitasi seksual;
  24. Perbudakan seksual;
  25. Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual; dan/atau
  26. Perbuatan lain yang dinyatakan sebagai kekerasan seksual dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk kekerasan seksual, jika korban adalah anak atau kelompok disabilitas, tindakan tersebut tetap termasuk kekerasan seksual dengan ada atau tidak adanya persetujuan korban. 

Jika korban adalah pendidik, tenaga kependidikan, atau orang dewasa lainnya, tindakan nomor 2, 5, 6, 7, 8, 10, 12, dan 13 termasuk kekerasan seksual jika dilakukan tanpa persetujuan Korban.

Adapun jika korban adalah pendidik, tenaga kependidikan, atau orang dewasa lainnya yang dalam kondisi:

  • Mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
  • Mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
  • Mengalami sakit, tidak sadar, tidak berdaya, atau tertidur;
  • Memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
  • Mengalami kelumpuhan atau hambatan motorik sementara (tonic immobility); dan/atau
  • Mengalami kondisi terguncang.

tindakan tersebut tetap termasuk kekerasan seksual dengan ada atau tidak adanya persetujuan korban.

5. Diskriminasi dan Intoleransi

Diskriminasi dan intoleransi yaitu setiap perbuatan kekerasan dalam bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan suku/etnis, agama, kepercayaan, ras, warna kulit, usia, status sosial ekonomi, kebangsaaan, jenis kelamin, dan/atau kemampuan intelektual, mental, sensorik, serta fisik. 

Diskriminasi dan intoleransi yang dimaksud dapat berupa:

  • Larangan untuk menggunakan seragam/pakaian kerja bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai pengaturan seragam sekolah maupun seragam pendidik dan tenaga kependidikan; 
  • Larangan untuk mengikuti mata pelajaran agama/kepercayaan yang diajar oleh pendidik sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik yang diakui oleh pemerintah;
  • Larangan untuk mengamalkan ajaran agama atau kepercayaan yang sesuai keyakinan agama atau kepercayaan yang dianut oleh peserta didik, pendidik, atau tenaga kependidikan;
  • Pemaksaan untuk menggunakan seragam/pakaian kerja bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan mengenai peraturan seragam sekolah; 
  • Pemaksaan untuk mengikuti mata pelajaran agama atau kepercayaan yang diajar oleh pendidik yang tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik yang diakui oleh pemerintah; 
  • Pemaksaan untuk mengamalkan ajaran agama atau kepercayaan yang tidak sesuai keyakinan agama atau kepercayaan yang dianut oleh peserta didik, pendidik, atau tenaga kependidikan;
  • Mengistimewakan calon pemimpin/pengurus organisasi berdasarkan latar belakang identitas tertentu di satuan pendidikan;
  • Larangan atau pemaksaan kepada peserta didik, pendidik, atau tenaga kependidikan untuk mengikuti atau tidak mengikuti perayaan hari besar keagamaan yang dilaksanakan di satuan pendidikan yang berbeda dengan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan yang diyakininya;
  • Larangan atau pemaksaan kepada peserta didik, pendidik, atau tenaga kependidikan untuk memberikan donasi/bantuan dengan alasan latar belakang suku/ etnis, agama, kepercayaan, ras, warna kulit, usia, status sosial ekonomi, kebangsaaan, jenis kelamin, dan/atau kemampuan intelektual, mental, sensorik, serta fisik;
  • Perbuatan mengurangi, menghalangi, atau tidak memberikan hak atau kebutuhan peserta didik untuk mengikuti proses penerimaan peserta didik; menggunakan sarana dan prasarana belajar dan/atau akomodasi yang layak; menerima bantuan pendidikan atau beasiswa yang menjadi hak peserta didik; memiliki kesempatan dalam mengikuti kompetisi; memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya; memperoleh hasil penilaian pembelajaran; naik kelas; lulus dari satuan pendidikan; mengikuti bimbingan dan konsultasi; memperoleh dokumen pendidikan yang menjadi hak peserta didik; memperoleh bentuk layanan pendidikan lainnya yang menjadi hak peserta didik; menunjukkan/menampilkan ekspresi terhadap seni dan budaya yang diminati; dan/atau mengembangkan bakat dan minat Peserta Didik sesuai dengan sumber daya atau kemampuan yang dimiliki oleh satuan pendidikan;
  • Perbuatan mengurangi, menghalangi, atau membedakan hak dan/atau kewajiban pendidik atau tenaga kependidikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  • Perbuatan diskriminasi dan intoleransi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Kebijakan yang Mengandung Kekerasan

Kebijakan yang mengandung kekerasan yaitu kebijakan yang berpotensi atau menimbulkan terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, anggota komite sekolah, kepala satuan pendidikan, dan/atau kepala dinas pendidikan. 

Kebijakan yang mengandung kekerasan meliputi:

  • Kebijakan tertulis seperti surat keputusan, surat edaran, nota dinas, pedoman, dan/atau bentuk kebijakan tertulis lainnya.
  • Kebijakan tidak tertulis seperti imbauan, instruksi, dan/atau bentuk tindakan lainnya.

Demikian informasi yang dapat Admin sampaikan mengenai penjelasan dari #6 Bentuk Kekerasan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, semoga dapat bermanfaat.

Terima kasih.

Salam satu Data Pendidikan Indonesia.

Post a Comment