Manfaat Teknologi Digital untuk Mencegah Perundungan, Kekerasan Seksual, dan Intoleransi

Table of Contents

Manfaat Teknologi Digital


INFO DAPODIK & PENDIDIKAN - Manfaat Teknologi Digital untuk Mencegah Perundungan, Kekerasan Seksual, dan Intoleransi adalah tema dari artikel ini

Tulisan kali ini Admin akan membagikan informasi mengenai Manfaat Teknologi Digital untuk Mencegah Perundungan, Kekerasan Seksual, dan Intoleransi.

Apa saja Manfaat Teknologi Digital untuk Mencegah Perundungan, Kekerasan Seksual, dan Intoleransi?

Silahkan Anda simak penjelasanya di bawah ini ya...

Dunia pendidikan kita masih mempunyai masalah, dan menjadi pekerjaan rumah bagi semua insan pendidikan. 

Hal ini masih ditambah dengan adanya berbagai kasus perundungan, pelecehan seksual, dan sikap intoleransi masih sering kali terjadi. 

Kondisi di atas menjadi beban bagi pemerintah, satuan pendidikan, dan masyarakat untuk bersama menghapus adanya 3 (tiga) dosa dalam pendidikan yaitu:

Perundungan

Perundungan di dunia maya (Cyberbullying) ialah perundungan dengan menggunakan teknologi digital. 

Perundungan online atau cyberbullying, anak-anak sering menjadi korban di media sosial.

Perundungan di dunia digital terjadi di media sosial, aplikasi chatting, aplikasi game, dan ponsel. 

Perilaku agresif yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut.

Dampak negatif dari Cyberbullying terjadi karena tidak adanya literasi digital yang baik, dan perundungan maya ini termasuk cybercrime atau kejahatan online, dan sudah memiliki sanksi keras.

Perundungan digital terjadi di media sosial, aplikasi chatting, aplikasi game, dan ponsel. 

Perilaku agresif yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunakan media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseorang yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut.

Ragam unggahan perundungan misalnya: foto untuk mencemarkan seseorang, konten pesan ancaman melalui platform chatting, kata-kata buruk, akun palsu (pencurian identitas online) untuk pesan jahat, trolling di sosial media - game online, kata kata yang bersifat hasutan.

Peserta didik agar terhindar dari korban pelaku cyberbullying, sebaiknya bersikap cakap dan bijak dalam memilih teman dalam dunia online agar terhindar dari konten atau postingan negatif dan merugikan. 

Korban perundungan yang mengalami trauma bisa berkonsulatasi secara online dengan mangakses aplikasi kesehatan di smartphone

Korban juga bisa melakukan unfollow, block, dan mute terhadap pelaku.

Kekerasan Seksual (Sexting) di Era Post Truth

World Health Organization atau WHO, kekerasan seksual dapat diartikan sebagai segala perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa mendapatkan persetujuan dan memiliki unsur paksaan atau ancaman. 

Pelaku kekerasan seksual tidak terbatas oleh gender dan hubungan dengan korban. 

Artinya, perilaku berbahaya ini bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan kepada siapapun termasuk istri atau suami, pacar, orang tua, saudara kandung, teman, kerabat dekat, hingga orang yang tak dikenal. 

Kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk rumah, tempat kerja, sekolah, atau kampus.

Seksualitas sendiri merupakan aspek kehidupan yang mencakup seks, gender, orientasi seksual, erotisme, kesenangan (pleasure), keintiman, dan reproduksi.

Media digital digunakan sebagai alat kekerasan seksual (Sexting) oleh pelaku kejahatan seksual adalah smartphone, laptop atau komputer, tablet, dan PDA atau Personal Digital Assistant

Kekerasan seksual di era digital dilakukan dengan cara seseorang membunuh karakter personal individu (character assassination) di media sosial dalam bentuk sexting

Contohnya, tampilan palsu atau hoax pada suatu rekayasa pesan yang dibuat dengan bantuan aplikasi tertentu, misalnya Photoshop atau fake WhatsApp.

Rekayasa pesan sexting ini kemudian disebarluaskan ke media dan kemudian secara tidak langsung dapat membunuh karakter individu.

Kekuatan media sosial mempercepat akses informasi pada kasus kekerasan seksual untuk kasus tertutup dan ditutupi. Informasi yang disebarkan memberikan tekanan publik kepada negara atau suatu institusi untuk menyelesaikan persoalan ini dengan cepat kepada oknum pelaku kekerasan seksual. 

Hal ini terjadi karena era masyarakat digital yang mampu membuat informasi jadi riuh (post truth). 

Setiap detik ada foto atau status baru yang di-update dan beredar berbagai platform. 

Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum untuk membuat kebohongan buatan (hoax) yang menggiring publik untuk berasumsi bahwa kebohongan tadi adalah kebenaran.

Persoalan kekerasan seksual berbentuk sexting yang kemudian viral di media sosial perlu perlu ditanggapi dengan cermat serta hati-hati. 

Respon tidak terjebak dalam agenda setting untuk membunuh karakter seseorang. 

Kecerdasan masyarakat dalam membaca dan memahami berbagai informasi di media sangat penting. 

Sehingga kita sebagai pembaca informasi di era digital mendapatkan pengetahuan yang baik.

Intoleransi

Generasi Z saat membaca informasi mengandung konten intoleransi dan radikal akan mempengaruhi peserta didik yang sikapnya masih labil karena faktor usia yang masih muda. 

Peserta didik diharapkan bijak dalam memilih konten, emoji, dan stiker yang akan di unggah di media digital yang berpotensi intoleran dan radikal.

Upaya pencegahan ini harus dimulai dari para pendidik, peserta didik, dan orang tua. 

Hal ini bisa dilakukan dengan cara:

  • Tindakan tegas pada pengguna yang unggah konten negatif.

Demikian informasi di atas yang dapat Admin bagikan kepada Anda mengenai Manfaat Teknologi Digital untuk Mencegah Perundungan, Kekerasan Seksual, dan Intoleransi, semoga dapat bermanfaat.

Terima Kasih.

Salam Satu Data Pendidikan Indonesia.

Post a Comment