SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA (Dari Awal Kemerdekaan Sampai Saat Ini)

Table of Contents

SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA


INFO DAPODIK & PENDIDIKAN - SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA (Dari Awal Kemerdekaan Sampai Saat Ini) merupakan tema dari tulisan ini.

SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA (Dari Awal Kemerdekaan Sampai Saat Ini) akan Admin bagikan informasi hanya kepada Anda sebagai pengunjung blog ini.

Seperti diketahui bersama bahwa kurikulum menjadi bagian terpenting dalam pendidikan. 

kurikulum sejak zaman Belanda sudah diterapkan di sekolah, artinya kurikulum sudah diterapkan sejak saat penjajahan Belanda.

Kurikulum adalah alat yang digunakan untuk menggapai tujuan pendidikan dan sebagai rujukan didalam pelaksanaan pendidikan. 

Kurikulum menunjukkan dasar atau pandangan hidup suatu bangsa. 

Bentuk kehidupan yang akan digunakan oleh bangsa tersebut akan ditentukan oleh kurikulum yang digunakan di negara tersebut.

Kurikulum selalu ada perubahan dan penyempurnaan karena banyak faktor yang mempengaruhinya. 

Tujuan pendidikan dapat berubah secara menyeluruh jika negara tersebut sedang mengalami perubahan dari negara dijajah menjadi negara merdeka.


Opini masyarakat “ganti menteri ganti kurikulum” namun kenyataannya bukan seperti itu. 


Kenyataaannya perubahan kurikulum adalah bentuk sebagai pengaruh dari perubahan undang-undang tentang sistem pendidikan nasional, misalnya seperti Rencana Pelajaran 1950 merupakan konsekuensi lahirnya UU Nomor 4 Tahun 1950 dan kurikulum 1994 merupakan konsekuensi dari lahirnya UU Nomor 2 Tahun 1989.

Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. 

Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.

Dari perspektif historis dari masa ke masa, determinan paradigma politik dan kekuasaan yang secara bersama-sama mewarnai dan mempengaruhi secara kuat sistem pendidikan Indonesia selama ini. 

Corak sistem pendidikan suatu Negara  pada gilirannya kembali pada stakeholder yang paling berkuasa dalam pengambilan kebijakan. 


Pada tataran ini, maka sistem politik-lah yang berkuasa. 


Siapa yang berkuasa pada periode tertentu akan menggunakan kekuasaannya untuk menentukan apa dan bagaimana pendidikan diselenggarakan.

Kecenderungan inilah yang kemudian turut menjadi penguat pada apa yang kemudian di-istilahkan “ganti menteri ganti kebijakan”, termasuk didalamnya kurikulum pendidikan, sebab muatan-muatan politis, value, ideologi, maupun tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan penguasa acap-kali juga di setting sedemikian rupa dalam kerangka kurikulum.

Seiring dengan perkembangan zaman, dengan berbagai alasan dan  rasionalisasi kurikulum Indonesia terus mengalami pergantian dari periode ke periode. 

Keberadaan kurikulum memberi pengaruh yang signifikan bagi kualitas pendidikan yang ada di Indonesia.

Untuk itu, sebagai bahan diskusi, perbandingan dan pelajaran bahkan wawasan Kita maka di bawah ini Admin akan membagikan informasi mengenai perjalanan SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA (Dari Awal Kemerdekaan Sampai Saat Ini).

Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Kurikulum di Indonesia setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 telah mengalami 11 (sebelas) kali perubahan diantaranya adalah pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013 dan 2024. 

Berbeda dengan itu, Kemendikbud memaparkan tentang sejarah perkembangan kurikulum yaitu sebagai berikut:

  • Pertama Kurikulum 1947, 
  • Kedua Kurikulum 1954, 
  • Ketiga Kurikulum kurikulum 1968, 
  • Keempat Kurikulum 1973 (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan), 
  • Kelima Kurikulum 1975, 
  • Keenam Kurikulum 1984, 
  • Ketujuh Kurikulum 1994, 
  • Kedelapan Kurikulum 1997 (revisi Kurikulum 1994), 
  • Kesembilan Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), 
  • Kesepuluh Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/ KTSP), 
  • Kesebelas Kurikulum 2013/ K-13,
  • Keduabelas Kurikulum Merdeka (Kurikulum Nasional).

Perubahan orientasi, desain, model dan lain sebagainya dengan tujuan utama untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan nasional serta mensejajarkan dengan pendidikan-pendidikan yang ada di dunia.

Kurikulum 1947, “Rentjana Pelajaran 1947”

Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam  bahasa Belanda “leer plan” artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih popular dibanding istilah “curriculum” (bahasa Inggris).

 

Istilah kurikulum pertama kali digunakan dalam dunia olahraga pada zaman Yunani Kuno yang berasal dari kata curir dan curere. 

Pada waktu itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. 

Orang mengistilahkannya dengan tempat berpacu atau tempat berlari dari mulai start sampai finish.


Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. 

Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila. 

Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan “Rentjana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. 

Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. 

Bentuknya memuat 2 (dua) hal pokok, yaitu: 

  • Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya; 
  • Garis-garis besar pengajaran.

Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya.

 

Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. 


Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini. 

Orientasi Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran.

Yang diutamakan adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. 

Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

Kurikulum 1952, “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”

Setelah “Rentjana Pelajaran 1947”, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. 

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang  kemudian diberi nama “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”. 

Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. 

Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. 

Silabus mata pelajarannya menunjukkan secara jelas bahwa seorang guru mengajar satu mata pelajaran, (Djauzak Ahmad, Dirpendas periode1991-1995).


Pada tahun 1952 dilakukan perbaikan pada kurikulum di Indonesa yang kemudian dikenal dengan kurikulum 1952. 

Kurikulum ini lebih memerinci setiap mata pelajaran yang kemudian di beri nama “Rentjana Pelajaran Terurai 1952” dan belum menggunakan istilah kurikulum. 

Kerangka kurikulum 1952 reatif sama dengan kurikulum 1947. 

Namun demikian, sistem pendidikan nasional sudah menjadi tujuan kurikulum ini.

UU No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah mempengaruhi munculnya kurikulum 1950 ini.


Bagaimana cara hidup yang baik sangat penting untuk di hubungkan dengan karakter yang menjadi pintu tujuan sebuah perbaikan kurikulum. 

Dan kehidupan nyata di masyarakat (tematik) menjadi hal yang paling menonjol dan sekaligus menjadi ciri khas kurikulum 1952 ini. 

Dalam konteks Rentjana Pelajaran Terurai 1952, mata pelajaran diklasifikasikan dalam 5 (lima) kelompok bidang study, yaitu sebagai berikut:

  • Moral, 
  • Kecerdasan, 
  • Emosionalistik/ artistik 
  • Keterampilan dan 
  • Jasmani.

Kurikulum 1964, “Rentjana Pendidikan 1964”

Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan  sistem kurikulum di Indonesia. 

Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. 

Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana4, yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional/  artistik, keprigelan, dan jasmani. 

Ada yang menyebut Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. 

Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/ artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah.

Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

Konsep pembelajaran aktif, kreatif dan produktif menjadi isu-isu yang dikembangkan pada Rentjana Pendidikan 1964. 

Konsep tersebut mewajibkan setiap sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan pemecah masalah (problem solving) terhadap berbagai masalah yang ada.


Konsep kurikulum pada era ini lebih bersifat bagaimana peserta didik bersikap aktif, kreatif dan produktif menemukan solusi terhadap berbagai masalah yang berkembang dan ada di masyarakat.


Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep kurikulum pada era ini lebih bersifat bagaimana peserta didik bersikap aktif, kreatif dan produktif menemukan solusi terhadap berbagai masalah yang berkembang dan ada di masyarakat.

Cara belajar yang digunakan kurikulum 1964 adalah sebuah metode yang disebut dengan gotong royong terpimpin.

 

Selain itu, Hari Krida ditetapkan pada hari sabtu oleh pemerintah. 


Hari Krida artinya pada hari tersebut peserta didik diberikan kebebasan untuk berlatih berbagai kegiatan disesuaikan dengan minat dan bakat masing-masing.

Seperti kegiatan kebudayaan, kesenian, olahraga dan berbagai bentuk permainan.

Kurikulum 1964 direncana agar mampu menjadi alat untuk mencetak manusia Indonesia Pancasilais yang sosialis dengan sifat-sifat seperti yang termaktub dalam Tap MPRS No. II tahun 1960.

Kurikulum  1968

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. 

Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.

 

Jika dilihat dari aspek tujuannya, upaya untuk meningkatkan rasa cinta tanah air, kuat dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan jasmani, moral, budi pekerti dan keyakinan beragama lebih di tekankan pada kurikulum 1968.


Dalam kurikulum ini tampak dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. 

Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. 

Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. 

Mata pelajaran dikelompokkan menjadi 9 pokok. 

Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. "Hanya memuat mata pelajaran pokok saja,". 

Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. 

Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan. 

Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.

Kelahiran Kurikulum 1968 karena adanya pertimbangan politik ideologis yang dianut pemerintah saat itu, yaitu orde baru. 

Correlated subject curriculum menjadi ciri khas struktur kurikulum 1968, artinya bahwa materi pada jenjang pendidikan rendah memiliki korelasi untuk jenjang pendidikan pada jenjang selanjutnya.

Kurikulum 1968 identik dengan muatan mata pelajaran teoritis, tidak berkaitan dengan ketentuan obyektif di lapangan atau kehidupan nyata (tematik) adapun metode pembelajaran yang digunakan dalam kurikulum ini sangat tergantung oleh ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an.

Kurikulum 1975

Kurikulum 19755 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien.

 

Dalam catatannya (Winarno Surakhmad. Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi. (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009), 69.) menyebutkan bahwa pada tahun 1947 diresmikan Rencana Pelajaran, yang kemudian menjadi Rencana Pelajaran Terurai (1952), kemudian diganti Rencana Pendidikan (1964), yang kemudian diganti sebagai kurikulum 1968. 

Rencana pelajaran 1947, yang pertama bersifat nasional lahir dua tahun setelah kemerdekaan, tidak lain kecuali karena meniru dengan penyesuaian rencana pelajaran sebelumnya yang masih bersifat kolonial. 

Pada tahap-tahap awal, dampak perkembangan politik terasa dominan mempengaruhi perubahan kurikulum. 

Baru dengan lahirnya kurikulum 1975 kita saksikan perubahan rumusan kurikulum di Indonesia yang kurang terpengaruh pergolakan politik.


Latar belakang lahirnya kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang  manajemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu. 

Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang  dikenal dengan istilah "satuan pelajaran", yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.

 

Pendekatan PPSI merupakan suatu konsep pembelajaran yang berasumsi bahwa proses belajar mengajar yang senantiasa diarahkan pada pencapaian tujuan.

Selain itu, pendekatan PSSI merupakan suatu sistem yang saling berkaitan dari satu instruksi yang terdiri dari urutan, desain tugas yang progresif bagi individu yang belajar.


Kurikulum 1975 memuat beberapa pedoman dan ketentuan, yaitu: 

  • Tujuan instruksional adalah suatu tujuan yang hendak dicapai lembaga dalam melaksanakan program pendidikan. Tujuan ini berlaku mulai sekolah dasar sederajat sampai dengan sekolah menengah atas sederajat; 
  • Desain program kurikulum adalah suatu kerangka umum program pengajaran yang akan diberikan kepada setiap satuan pendidikan; 
  • Garis-Garis Program Pengajaran (GBPP).

Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi: Tujuan Instruksional  Umum  (TIU), Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.

Sistem penilaian dalam kurikulum 1975 dilakukan setiap akhir pelajaran atau pada akhir satuan pembelajaran. 

Hal ini yang membedakan antara sistem penilaian pada kurikulum 1975 dan kurikulum sebelumnya. 

Sistem penilaian kurikulum ini dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar. 

Dengan sendirinya guru-guru dituntut melakukan penilaian pada setiap akhir satuan pembelajaran.

 

Kurikulum 1975 banyak dikritik. 


Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.

Kurikulum 1975 merupakan kurikulum yang bersifat sentralistik atau dibuat oleh pemerintah pusat dan sekolah-sekolah hanya menjalankan.

Kurikulum 1975 berprinsip, tujuan dari pendidikan harus efektif dan efisien.

Masih ingin lanjut? Silahkan Anda scoll ke bawah ya...

Kurikulum 1984, “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach

Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.

Kurikulum ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan". 

Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. 

Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan.

Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). 

Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. 

Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA.

 

Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok adalah guru tak lagi mengajar model berceramah. 


Akhirnya penolakan CBSA bermunculan.

Kurikulum 1994 (Separate Subject Curriculum) dan Suplemen Kurikulum 1999

Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. 

Sayang, perpaduan antara  tujuan dan proses belum berhasil. 

Sehingga banyak kritik berdatangan, disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional sampai muatan  lokal. 

Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. 

Berbagai kepentingan kelompok kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.

 

Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. 


Akhirnya, Kurikulum 1994 menjadi kurikulum yang super padat dan hasilnya juga kurang bagus.

Berdasarkan study dokumentasi yang telah dijelaskan dalam bukunya Hari Suderadjat, Kurikulum 1994 dapat dikemukakan bahwa kurikulum tersebut mempunyai beberapa kekurangan dan kelebihan.

Kurikulum 1994 memiliki prinsip Link and Match yaitu prinsip tentang pentingnya keterkaitan pendidikan dengan dunia kerja atau industri. 

Sekolah harus mampu menyiapkan tenaga-tenaga kerja yang terampil yang dibutuhkan oleh industri. 

Sebaliknya dunia industri juga harus bersinergi dengan lembaga-lembaga pendidikan.

Pada akhirnya kurikulum ini banyak dikritik karena pendidikan menjadi kepanjangan tangan dari proses industrialisasi dan tidak memanusiakan manusia (dehumanisasi).

Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. 

Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi pelajaran saja.

Kurikulum 2004, “KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)”

Sebagai pengganti kurikulum 1994 adalah kurikulum 2004, yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). 

Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:  

  • Pemilihan kompetensi yang sesuai; 
  • Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi;  dan 
  • Pengembangan pembelajaran. 

KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut:  

  • Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, 
  • Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan 
  • Keberagaman. 

Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang  bervariasi, sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. 

Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. 

Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek, kelas dan semester. 

Keterampilan dan pengetahuan dalam setiap mata pelajaran, disusun dan dibagi menurut aspek dari mata pelajaran tersebut. 

Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level. 

Perumusan hasil belajar adalah untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus siswa ketahui dan mampu lakukan sebagai hasil belajar mereka pada level ini?”.

Hasil belajar mencerminkan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas kurikulum dinyatakan dengan kata kerja yang dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian. 

Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. 

Perumusan indikator adalah untuk menjawab pertanyaan, “Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?”

Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah suatu konsep pendekatan, strategi kurikulum yang menekankan pada penguasaan berbagai kompetensi tertentu.

Peserta didik tidak hanya menguasai pengetahuan dan pemahaman, tetapi juga keterampilan, sikap, minat, motivasi dan nilai-nilai agar dapat melakukan sesuatu dengan penuh tanggung jawab.

Kurikulum 2006, “KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)”

Salah satu rujukan dalam pengembangan kurikulum di Indonesia adalah kurikulum KTSP. 

Pencapaian kompetensi adalah orientasi dari KTSP, maka dari itu KTSP sering di sebut dengan KBK yang disempurnakan.

Unsur standar kompetensi dan kompetensi dasar yang melekat pada KBK serta adanya prinsip yang sama dalam pengelolaan kurikulum yakni yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS).

Pelaksanaan KBK masih dalam uji terbatas, namun pada awal tahun 2006, uji  terbatas tersebut dihentikan. 

Dan selanjutnya dengan terbitnya Permen Nomor 24 Tahun 2006 yang mengatur pelaksanaan permen nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi kurikulum dan permen nomor 23 tahun 2006 tentang standar kelulusan, lahirlah kurikulum 2006 yang pada dasarnya sama dengan kurikulum 2004. 

Perbedaan yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa dari desentralisasi sistem pendidikan.


Pada kurikulum 2006, pemerintah pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah dalam hal ini guru dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan  penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya. 


KTSP mempunyai karakteristik yang sama dengan KBK yaitu guru bebas untuk melakukan perubahan, revisi dan penambahan dari standar yang sudah di buat pemerintah, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan sampai pengembangan silabus.

Hasil pengembangan  dari semua mata pelajaran, dihimpun menjadi sebuah perangkat yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 

Penyusunan KTSP menjadi tanggung jawab sekolah di bawah binaan dan pemantauan dinas pendidikan daerah dan wilayah setempat.

Badan standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah membuat Standar Kompetensi dan kompetensi dasar, yang diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yang di jadikan rujukan harus dari kompetensi inti dan Standar kelulusan sedangkan yang menjadi prinsip pengembangan adalah KBS yang dirancang untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan dan mengelola serta menilai proses dan hasil pembelajaran sesuai dengan daerahnya masing-masing. 

KTSP lahir dari semangat dari daerah-daerah bahwasannya pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat saja melainkan juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, oleh sebab itu dilihat dari pola atau model kurikulum pengembangannya KTSP merupakan salah satu model kurikulum bersifat desentralisasi

Kurikulum 2013

Kurikulum KTSP dianggap belum sempurna dan masih banyak kekurangan, apalagi saat ini adalah era digital yang apa-apa bisa dilakukan dengan teknologi maka KTSP harus segera dirubah menjadi kurikulum 2013

Berkembangnya teknologi adalah salah satu alasan yang relevan untuk menyempurnakan sebuah kurikulum. 


Sejarah pergantian dan perubahan kurikulum tidak terlepas dari sejarah yang menaunginya.


Sejarah yang melatarbelakangi lahirnya kurikulum KTSP merupakan bentuk implementasi Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 

Substansi kurikulum ini adalah peraturan pemerintah No.19 tahun 2005 tapi isi dan arah pengembangan pembelajaran masih memiliki keberhasilan, karakteristik dalam paket kompetensi yang ada pada KTSP yang memiliki kesamaan juga dengan karakteristik kurikulum KBK.

Pemerintah melakukan pemetaan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah diujicobakan pada tahun 2004 (curriculum based competency).

Kompetensi dijadikan acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan; pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah.

Kurikulum 2013 berbasis kompetensi memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. 

Oleh karena itu, kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaianya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. 

Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. 

Sesuai dengan konsep belajar tuntas dan pengembangan bakat. 

Setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemamapuan dan kecepatan belajar masing-masing.


Tema utama kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui pengamatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. 


Untuk mewujudkan hal tersebut, dalam implementasi kurikulum, guru dituntut secara profesional merancang pembelajaran secara efektif dan bermakna, mengorganisir pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran yang tepat, menentukan prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara efektif, serta menetapkan kriteria keberhasilan.

Berkaitan dengan pengembangan kurikulum, kurikulum 2013 lebih menekankan pada pendidikan karakter, dengan harapan melahirkan insan yang produktif, kreatif, inovatif dan berkarakter. 

Meningkatkan proses dan hasil belajar yang diarahkan kepada pembentukan budi pekerti dan peserta didik yang berakhlak mulia sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan adalah tujuan pendidikan karakter pada kurikulum 2013. 

Kurikulum 2013 menekankan pengembangan kompetensi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap anak didik secara holistik. 

Kompetensi pengetahuan, ketrampilan dan sikap ditentukan oleh rapor dan merupakan penentuan kenaikan kelas dan kelulusan anak didik.

Kurikulum Merdeka (Kurikulum Nasional)

Kurikulum Merdeka memiliki tujuan untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna dan efektif dalam meningkatkan keimanan, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak mulia serta menumbuhkembangkan cipta, rasa, dan karsa Peserta Didik sebagai pelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila.

Kurikulum 2013 sudah menekankan pada pengembangan karakter, namun belum memberi porsi khusus dalam struktur kurikulum-nya.

Dalam Struktur Kurikulum Merdeka, 20-30 persen jam pelajaran digunakan untuk pengembangan karakter Profil Pelajar Pancasila melalui pembelajaran berbasis projek.

Pembelajaran berbasis projek penting untuk pengembangan karena karena:

  • Memberi kesempatan untuk belajar melalui pengalaman (experiential learning).
  • Mengintegrasikan kompetensi esensial yang dipelajari peserta didik dari berbagai disiplin ilmu.
  • Struktur belajar yang fleksibel.

Perubahan Kurikulum Suatu Keharusan

Perubahan dan perkembangan zaman sangat cepat, demikian juga perbaikan dan penyelesaian masyarakat pun semakin meningkat. 

Satuan pendidikan harus disetujui berbagai perubahan dan pemulihan tersebut.

Surakhmad dalam bukunya Alhamuddin yang berjudul “Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Zaman Kemerdekaan Hingga Reformasi 1947-2013” menyebutkan akan terjadi perubahan yang sangat mutlak dalam berbagai bidang. 

Dia mengatakan pula bahwa gaya hidup manusia, moral, seni dan agama akan sangat dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan tenologi karena keduanya berada di posisi central.

Pertama, kompetisi dan persaingan hidup antara bangsa-bangsa tidak akan terbatas pada bidang ekonomi saja, namun terjadi pada bidang lain seperti bidang budaya dan ideologi. 

Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan yang meningkat, nilai-nilai moral dan agama akan langsung tertantang, dan sebaliknya akan meningkatkan sistem nilai "beri" yang berbeda dari apa yang diketahui sampai saat ini. 

Ketiga, pengaruh teknologi yang meningkatkan pola hidup manusia sehari-hari, teknologi tidak lagi terbatas sebagai masalah para ahli teknologi tetapi meluas menjadi masalah etis dan estetis yang memerlukan reinterpretasi dan rekontekstualisasi kebijakan, sosial, dan juga masyarakat awam. 

Keempat, yang diharapkan ini akan muncul sebagai kenyataan yang tidak bisa dianggap remeh. 

Sekolah harus berkewajiban untuk menyiasati satinya. 

Surakhmad menambahkan tidak ada negara yang sedang berkembang yang dapat bertahan melawan perubahan dan persaingan seperti yang disebutkan di atas, tidak sesuai dengan diri sendiri, karena itu, negara-negara maju lebih antisipatif, produktif, oleh karena itu mereka lebih siap dan sesuai dengan kondisi yang lebih menguntungkan.

Negara-negara berkembang harus segera mengambil sikap untuk diundang.

Kesimpulan

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. 

Kurikulum memiliki 5 (lima) komponen utama, yaitu sebagai berikut: 

  • Tujuan; 
  • Isi/ materi; 
  • Metode atau strategi pencapain tujuan pembelajaran; 
  • Organisasi kurikulum dan 
  • Evaluasi.

Kurikulum selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam faktor yang mendasarinya. 

Tujuan pendidikan dapat berubah secara fundamental, bila suatu negara beralih dari negara yang dijajah menjadi perubahan yang menyeluruh.

Dalam sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia telah tercatat sebanyak sebelas kali yaitu sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1973, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006, 2013 dan 2024. 

Yang dimana setiap kurikulumnya mempunyai kelebihan dan kekurangannya. 

Dan kurikulum ini dapat berubah kapanpun sesuai dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia.

Seperti halnya dalam masalah sistem pendidikan secara makro, politik, ekonomi, sosial dan dan budaya, serta globalisasi turut mempengaruhi corak kurikulum pendidikan di Indonesia dari mulai periode awal, yakni masa kemerdekaan dan pemerintahan orde lama, orde baru, reformasi, hingga Kurikulum Merdeka yang baru saja diimplementasikan. 

Dari sekian banyak faktor, political will pemerintah dan paradigm politiklah yang hingga kini dirasakan memberikan pengaruh paling kuat dalam perubahan-pengembangan, maupun penyempurnaan kurikulum dari masa ke masa. 

Tidak ada yang salah apabila terjadi perubahan kurikulum. 

Jangankan setiap sepuluh tahun sekali, setiap tahun sepuluh kali pun tidak menjadi masalah, kalau memang dikehendaki demikian. 

Dan, yang menjadi soal adalah dengan tujuan dan alasan apakah perubahan itu terjadi, dan apakah tujuan serta alasan itu memang dibenarkan dan dibutuhkan sekarang, sebagai antisipasi masa depan.

Harapan kita semua bahwa kurikulum yang baru tidak akan mengalami nasib yang sama dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. 

Akan tetapi mampu  memberikan pencerahan terhadap perubahan paradigma berpikir para pelaksana di lapangan, serta mampu memfasilitasi dan membantu meningkatkan kompetensi peserta didik sehingga mampu bersaing baik di kancah nasional maupun internasional dengan bangsa-bangsa yang lain.

Demikianlah penjelasan di atas mengenai SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA (Dari Awal Kemerdekaan Sampai Saat Ini), semoga dapat menambah wawasan Anda serta yang lebih penting adalah adalah tulisan ini dapat bermanfaat.

Terima Kasih.

Salam Satu Data Pendidikan Indonesia.



Daftar Pustaka

Alhamuddin, Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Zaman Kemerdekaan Hingga Reformasi 1947-2013, (Jakarta : Kencana, 2019), hlm. 132.

Alhamuddin, Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum ......, hlm. 48.

Alhamuddin, Sejarah Kurikulum Indonesia (Studi Analisis Kebijakan Pengembangan Kurikulum, Jurnal, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2014.

Arif Munandar, Pengantar kurikulum, (Yogyakarta : CV Budi Utama, 2012), hlm. 50.

E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. (Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2013), 68. Lihat Juga. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desain Induk Kurikulum 2013(Jakarta: Kemendikbud, 2013), t.h. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Draft Kurikulum 2013. (Jakarta: Kemendikbud, 2013), t.h.

Fitri Wahyuni, Kurikulum dari Masa Ke Masa, Jurnal, Al-Adabiya, Vol. 10 No. 2, Juli – Desember 2015. 

Hari Suderajat, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), (Bandung : CV Cipta Cekas Grafika, 2004), hlm. 6.

Herman Zaini, Karakteristik Kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang, Jurnal Idaroh Vol.1 No.1 Juni 15-31.

Imam Machali, Kebijakan Perubahan Kurikulum 2013 dalam Menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurnal Pendidikan Islam Vol. III, No.1, Juni 2014/1435, DOI: 10.14421/jpi.2014.31.71-94.

Lismina, Pengembangan Kurikulum di Sekolah dan Perguruan Tinggi, (Ponorogo : Tim Uwais Inspirasi Indonesia, 2019), hlm. 1.

Oemar Hamalik, Model-Model Pengembangan Kurikulum. (Bandung: PPs Unversitas Pendidikan indonesia (UPI), 2004),

S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 251.

Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum & Materi Pembelajaran, (Jakarta : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 92.

Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta : Prenadamedia Group, 2008), hlm. 127.

Wina Sanjaya. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005).

Winarno Surakhmad. Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi. (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009), 69.

Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 154.

Post a Comment